PIC- Menumbai adalah kegiatan mengambil madu lebah di pohon sialang, yaitu sejenis pohon yang tinggi dan merupakan tempat yang disenangi oleh lebah liar untuk bersarang dan prosesi pengambilannya madunnya dengan membacakan mantra-mantra. Karena madu sialang pada saat ini secara umum sudah hampir punah, kepunahan nya Seiring berkurangnya batang sialang, baik karena penebangan hutan secara liar oleh masyarakat baik secara resmi oleh perusahaan. Dalam Ritual Manumbai sebelum memanjat pohon sialang untuk mengambil madu, terlebih dahulu dipersiapkan peralatan dan kebiasaannya upacara ini di lakaukan pada saat malam hari. Kegiatan menumbai biasanya dipimpin oleh seorang yang dituakan yang disebut dengan Juragan Tuo (juru panjat). Juragan Tuo dibantu oleh beberapa juru panjat lainnya yang disebut juragan mudo yang bertugas membantu juragan tuo pada saat menyapu lebah, dan di bawah dibantu pula beberapa orang sebagai pengumpul timbo yang berisi madu yang diturunkan melalui tali ke bawah. Upacara menumbai ini dilakukan pada malam hari di saat bulan gelap. Dalam kepercayaan masyarakat sebelumnya ada kepercayaan bahwa di pohon sialang selalu didiami pula oleh makhluk halus, tidak jarang di saat melakukan menumbai sering pula berhadapan dengan hal-hal yang ghaib, maka untuk itu pada setiap tahapan memanjat pohon selalu diirngi dengan membaca monto (mantera), dengan tahapan sebagai berikut :
Bismillahirohmannirohim
Assalamu’alaikum Ibu ku bumi
Bapak ku langit
Laba jangan dibagi usak,
Jangan dibagi binaso,
Jangan dibagi takojut,
Jangan tagamang,
o….nek tuo lumbago tuo
yang diam dipuncak payung
inggo puncak payung tuon melepo kedaan dao
ninggal daan melepo ke bani tuo
langkup-langkup ajo
lontang-lontang ajo
lobah jangan diboi sembok
lobah jangan diboi mengamok
lobah jangan diboi menyongat.
Mulut Juragan komat-kamit kian kuat membacakan mantra . Pacu, begitu istilah yang selalu digunakan untuk mantra yang ia bacakan . , di dekat akar sialang, dua lelaki pengambil madu lebah lainnya disebut juagan— siap menunggu aba-, sang juagan utama. Di bawah cahaya kulit kayu yang dibakar, kawanan lelaki itu berjalan menembus rumput liar. Masing-masing orang telah siap dengan aneka peralatan untuk ritual pengambilan madu lebah. Kira-kira dua puluh langkah dari pokok sialang, kawanan itu berhenti. Mata mereka awas memperhatikan apakah lebah-lebah sedang lelap di ‘kerajaan’ madunya. Di pokok sialang, rangkaian ritual manumbai pun dimulai. Racikan tepung tawar yang diambil dari aneka dedauan hutan, ditambah beras yang ditumbuk, ditabur dan ditanam di pokok sialang. Sesaat kemudian Udin Gopuk langsung membacakan mantra sialang. “Intinya sang juagan meminta izin pada lebah-lebah untuk mengambil madu,” ucap Udin
Masih dalam ritual yang sarat magis, tiba-tiba sang juagan menepuk tangannya tiga kali ke batang sialang.“Nnngggggggg!” lebah yang berada di atas pohon sialang segera memberi jawaban dengan dengungan keras.
“Lai tadonge ko sadonyo,” teriak sang juagan memastikan apakah suara dengungan lebah juga didengarkan oleh khalayak yang hadir. “Lai! (ada!)” teriak yang lainnya hampir bersamaan. Menurut kepercayaan setempat, jika setelah ditepuk tiga kali tetapi tidak ada terdengar jawaban dari lebah, berarti sialang belum boleh dipanjat. Ritual yang dilakukan harus diulang dari awal lagi. “Kalau tidak, jan cubo-cubo mamanjat sialang tu malam tu jugo,” ingat sang juagan. Dengan terdengarnya bunyi sahutan lebah, bukan berarti pokok sialang sudah boleh langsung dipanjat. Sang juagan harus melalui ritual lainnya. Biasanya, jika sialang bisa dipanjat maka semua anggota tubuh juagan akan terlihat utuh oleh mata telanjang. Seperti jari tangan harus lengkap sepuluh, ada telinga, hidung, kepala, dan anggota tubuh lainnya. “Kalau dicaliak jari tinggal ompat di kiri dan di kanan alamat tak selamat kalau dipanjat sialang tu,” jelas Udin
Tak mudah untuk memanjat sialang. Pohon yang ukurannya bisa mencapai dua pelukan lelaki dewasa itu mengandung banyak resiko. Batangnya yang licin bisa membuat tak bisa sembarangan untuk memanjat. Perlu sedikit ‘persetubuhan’ dengan para lebah dengan alam ghaib. Peran itulah yang selama ini dilakoni oleh para juagan. Sesampai di ujung-ujung ranting dekat kawanan lebah bersarang, sang juagan harus membuai-buai lebah dengan nyanyian-nyanyian magis. Itulah kenapa proses pengambilan madu lebah ini disebut manumbai yang bisa diartikan membuai-buai. “Syaratnya hati harus bersih dan jalan harus dijaga,” jelas nya Dalam mantra-mantra yang dibaca, juagan menempatkan lebah sebagai seorang puan yang cantik, putih, dan penyayang. “Unduklah-unduk paku ditobang, Bumba mudo di bawah batang, Tunduklah kau satu sialang, Juagan mudo baukan datang,” ujarnya. Sembari membacakan mantra;
Bismillahirohmannirohim
Assalamu’alaikum Ibu ku bumi
Bapak ku langit
Laba jangan dibagi usak,
Jangan dibagi binaso,
Jangan dibagi takojut,
Jangan tagamang,
o….nek tuo lumbago tuo
yang diam dipuncak payung
inggo puncak payung tuon melepo kedaan dao
ninggal daan melepo ke bani tuo
langkup-langkup ajo
lontang-lontang ajo
lobah jangan diboi sembok
lobah jangan diboi mengamok
lobah jangan diboi menyongat.
Lalu sang juagan menggoyang api tiga kali dan menjatuhkan api yang bersumber dari kulit kayu dan sabut itu ke tanah. Maka lebah-lebah yang bersarang akan mengikuti arah api dan jatuh ke tanah bersamaan. Saat itulah tangan-tangan sang juagan akan beraksi memanen madu lebah. Sarang yang disobek dan madunya dimasukkan ke dalam timbo. Dan dengan bantuan tali timbo yang sudah terisi dijulurkan ke tanah. Kalau sedang mujur satu sarang bisa menghasilkan satu jeregen madu.
Dulu timbo yang digunakan terbuat dari rotan sembolit. Talinya juga dari rotan dengan panjang sampai 50 meter. Ada juga timbo yang terbuat dari kulit gaharu yang dipukul-pukul. Tetapi sekarang timbo yang dipakai kebanyakan terbuat dari seng. Bahkan menurut juagan Udin Gopuk, sekarang sudah ada pula yang memanjat sialang dengan menggunakan tangga dari tali yang dilempar dengan menggunakan senapan angin. “Kalau kata Bapak saya itu pantangan,” jelasnya.
Sewaktu menurunkan madu, maka juragan membacakan mantra manumbai
Paang la balik ke umpun
Paang mai topi imbo
Tali bapinte untai bauntun
Peuloan anak aie bungo bonsu oi
Jika madunya banyak dan melimpah-limpa untuk memberi tahu kawan yang di bawah maka juragan membacakan manumbai:
Bola la puntung buat betanak oi………….
Bola dengan anting-antingnyo
Kalau main dek samo uang beanak
Abi kain dikoncingnyo bonsu oi………..
Meski terlihat lancar-lancar saja, tak jarang pula juagan menemukan hal-hal yang aneh terjadi di atas sialang. “Kalau sampai di atas sialang, kita merasa sudah terang benderang maka harus segera dibacakan mantra agar langit tetap gelap,” jelas Udin
Mantranya:
Paang la balik ke umpun
Paang mai topi imbo
Tali bapinte untai bauntun
Peuloan anak aie bungo bonsu oi
Selain itu tak selamanya juagan aman dari sengatan lebah meski sang lebah sudah dibujuk, dirayu, dan dibelai sedemikian rupa dengan mantra magis. Tetap saja ada sengatan lebah yang mengena. “Ini bokeh sengatannya masih ado di kaki,” terang Udin Gopuk sambil memperlihatkan gigitan. Selama pengambilan madu lebah mata-mata juagan yang memanjat sialang selalu awas. Dengan kecekatan dan ketangkasan ekstra dalam sehari kalau nasib untung mereka mendapat empat sampai enam jeregen madu sialang. “Itu tergantung pohonnya. Ada pohon yang satu pokok bisa terdiri dari empat puluh sarang lebah. Ada juga yang sehari cuma dapat setengah jeregen,” Tambahnya.
Di dalam rimba kepungan sialang tak hanya pohon sialang saja yang bisa didiami oleh lebah. Pohon besar lainnya juga bisa dijadikan sarang seperti Makaluang, Terap Kedondong, dan Cubadak Air. “Cuma yang paling bagus tetap kayu sialang, karena kayu ini tidak menyerap air. Bahkan air tidak bisa hinggap sehingga madu dari pokok sialang tidak bisa tercampur dengan air meskipun hujan lebat,” jelas Udin
Malam sudah hilang. Pagi mulai menjemput. Sebelum langit kembali benderang, para juagan mulai berkemas hendak meninggalkan lokasi. Alamat celaka kalau membiarkan langit menjadi kian terang. Dan para juagan pun segera turun dari pokok sialang. Tak lupa dengan merapalkan mantra perpisahan dengan sang kekasih;
kanduduak sabaliak uma
urat mlante ting panjang
mano datuak punyo uma
kami mohon babalik pulang
Namun tidak di pungkiri Saat ini, Selain itu keberadaan hutan tanaman industri akasia dan kebun sawit yang jumlahnya kian tak terbendung telah ikut pula mengurangi kesakralan ritual manumbai. “Sekarang paling-paling hutan kepungan sialang yang dimiliki pebatinan hanya sepuluh hektar dari ribuan hektar hutan yang dimiliki tanah ulayat. Sisanya telah menjelma menjadi hutan sawit,” jelas Jasa, salah seorang pemilik kepungan sialang di desa Betung, Pangkalan Kuras.
Menurut Jasa, di Betung yang merupakan pusat budaya Bandar Petalangan sekarang hanya tinggal tiga kepungan, yaitu kepungan Mudo, kepungan Pebatinan, dan kepungan Kating. Yang dimaksud kepungan Kating adalah kepungan yang di bawahnya terang karena tidak ditumbuhi tumbuhan. Sedang kepungan pebatinan merupakan kepungan milik pesukuan.
Selain itu dari segi kualitas keberadaan hutan akasia dan kebun sawit telah ikut mengurangi kualitas madu sialang. Menurut jasa , madu dari lebah yang memakan bunga sawit lebih tinggi kadar airnya. Sedangkan madu dari lebah yang memakan bunga akasia akan berwarna hitam. “Tapi bagaimana lagi, memang sekarang sudah begitu pula keadannya,” tutup Udin seraya memperlihatkan madu-madu hasil manumbai yang ia lakukan.
Saat ini sialang masih ada di seputar kabupaten Pelalawan di wilayah petalangan, untuk antisipasi kepunahan agar terpelihara dengan baik baik pohon dan juga budaya menumbai tidak hilang , maka perlunya aturan yang mengatur tentang pemusnahan pohon sialang, kedua di akibatkan oleh pengambilan madu tidak p[ada malam hari namun di lakukan pada siang hari dan tidak memakai adat kebiasaan manumbai seperti malam hari, dan ini mengakibatkan lebah tersebut mati dan pohon sialang tidak di hinggapi lebah.
Hanya Kita Yang bisa Melestarikan.
Menyikapi kondisi ini sebuah tradisi yang sudah hampir hilang ini H Herman Maskar. MSI yang juga ketua Dewan Kesenian kabupaten Pelalawan berjuang bagimana mengabadikan tradisi turun temurun asli Pelalawan ini makanya melalalui, Asiosiasi Tradisi Lisan Riau (ATL ) Riau berusaha melestarikan budaya manumbai, dan juga pembudayaan sialang saat ini,
“kami sedang bekerja mulai dari pengumpulan dan pengambilan data, bahkan saat ini kami sedang menulis naskah akademis untuk di kirim ke komite nasional lipi kemudian pada tahun ini juga barang kali ada whorkshop tentang manumbai di lipi Jakarta. “ Ujarnya saat berbicang dengan TB kemarin di ruang kerjanya.
Selain itu pihaknya juga mengakui sudah mengusulkan ke komite nasional ATL, kemudian komite Nasional akan mengirim ke komite asia fasifik dan ATL internasional ,agar tradisi Manumbai Masyarakat Melayu Petalangan Pelalawan ini mendapatkan memory of award
“ Ini masih sama-sama kita perjuangkan, sebab ini merupakan sebuah tradisi leluhur kita yang perlu kita lestarikan, dan juga dalam ritual manumbai ini memberikan sebuah falsafah kepada kita bahwa di alam ini kita juga tidak bisa berbuat semau kita dan yang terpenting menjaga lingkungan kita” Imbuh Herman Maskar.++
Tidak ada komentar:
Posting Komentar